Minggu, 21 Oktober 2012

Hubungan antara Sosial Ekonomi Keluarga dengan status Gizi Balita di Desa

KTI SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia adalah gizi (Depkes RI, 2002 : 1). Krisis yang melanda perekonomian Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah berpengaruh negatif terhadap kondisi perekonomian secara menyeluruh dan khususnya terhadap kesejahteraan penduduk. Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak mampu mengakses pangan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap keadaan gizi terutama anak balita serta ibu hamil dan ibu menyusui (http://www.tomouto.net). Di negara berkembang, kesakitan dan kematian pada anak balita banyak dipengaruhi oleh keadaan gizi (Supariasa, 2001 : 184). Dengan demikian status gizi balita perlu dipertahankan dalam status gizi baik, dengan cara memberikan makanan bergizi seimbang yang sangat penting untuk pertumbuhan (Paath, 2004 : 108).
Menurut data RisKesDas (Riset Kesehatan Dasar) pada tahun 2007 di Indonesia diketahui prevalensi balita dengan gizi buruk 5,4%, gizi kurang 13,00%, gizi baik 77,20% dan gizi lebih 4,30%. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI Tahun 2005, suatu masyarakat disebut tidak mempunyai masalah kesehatan bila hanya ada 2,0% balita mempunyai status gizi kurang dan 0,5% balita mempunyai status gizi buruk. Sementara itu, di provinsi Jawa Timur tercatat prevalensi balita dengan gizi buruk 4,8%, gizi kurang 12,60%, gizi baik 78,00% dan gizi lebih 4,50%. Menurut data hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) balita berdasarkan BB/U pada tahun di Kabupaten, dari 70.749 balita yang ditimbang didapatkan balita dengan gizi buruk 1,32%, balita dengan gizi kurang 13,15%, balita dengan gizi baik 83,63% dan balita gizi lebih 1,90%. Sedangkan di Puskesmas Ngumpakdalem dari 2.267 balita yang ditimbang didapatkan balita dengan gizi buruk 2,03%, balita dengan gizi kurang 15,84%, balita dengan gizi baik 80,90% dan balita dengan gizi lebih 1,24%. Berdasarkan register pencatatan operasional timbang Desa dari 323 balita yang ditimbang didapatkan balita dengan gizi buruk 3,72%, balita dengan gizi kurang 21,05%, balita dengan gizi baik 7 1,83% dan balita dengan gizi lebih 3,41%.
Berbagai faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita antara lain kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (Almitsier S, 2001 : 301). Adapun faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi sosial ekonomi dan budaya keluarga seperti pola asuh keluarga (Depkes RI, 2002 : 2). Sosial ekonomi dapat diukur melalui variabel¬variabel pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan pekerjaan (Notoatmodjo, S. 2005 : 68). Masalah gizi pada balita akan berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang (Depkes RI, 2002 : 2). Pada obesitas (gizi lebih) pada anak bila terus berlanjut sampai dewasa dapat mengakibatkan semakin meningkatnya penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi dan penyakit hati (Almitsier S, 2001 : 308). Selain itu gizi kurang pada balita dapat menyebakan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental (Depkes RI, 2002 : 2). Gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem organ yang akan merusak sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik, dampak selanjutnya dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan mental serta menurunnya skor IQ (Pudjiadi S, 2001 : 134).
Upaya penanggulangan gizi kurang yang dilakukan adalah peningkatan usaha pemberdayaan keluarga untuk ketahanan pangan tingkat rumah tangga, peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) hingga puskesmas dan rumah sakit, peningkatan komunikasi informasi dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat dan intervensi langsung kepada sasaran melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT), distribusi vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi serta kapsul minyak beriodium (Almatsier S, 2001 : 307).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Balita di Desa”.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan antara sosial ekonomi keluarga dengan status gizi balita di Desa?”.

C.    Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan sosial ekonomi keluarga dengan status gizi balita di Desa.

2. Tujuan khusus
a.    Mengidentifikasi sosial ekonomi keluarga meliputi pendapatan keluarga, pendidikan ibu dan pekerjaan ibu di Desa.
b.    Mengidentifikasi status gizi balita di Desa.
c.    Menganalisa hubungan sosial ekonomi keluarga (pendapatan keluarga, pendidikan ibu dan pekerjaan ibu) dengan status gizi balita di Desa.

D. Manfaat Penelitian
1.    Bagi Responden
Dapat meningkatkan pengetahuan responden tentang gizi seimbang pada balita sehingga bisa mengubah kebiasaan-kebiasaan yang salah terhadap pemberian makanan pada balita dan akhirnya dapat mengurangi kejadian kurang gizi.
2.    Bagi Peneliti
Dapat dijadikan sebagai pengalaman baru dalam melakukan penelitian serta dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh dari kampus dengan yang ada di masyarakat.
3.    Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat memberikan informasi tentang permasalahan gizi pada balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan gizi.
4.    Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dipergunakan untuk menambahkan sumber kepustakaan sebagai bahan bacaan dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
silahkan download KTI SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA
KLIK DIBAWAH 

Tidak ada komentar: