Rabu, 24 Oktober 2012

Hubungan Kehamilan Multi Gravida Dengan Kejadian Perdarahan Antepartum di Rumah Sakit

KTI SKRIPSI
HUBUNGAN KEHAMILAN MULTI GRAVIDA DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN ANTEPARTUM DI RUMAH SAKIT

ABSTRAK
xii + 40 Halaman + 4 Tabel + 2 Bagan + 10 Lampiran
Data dari RSUD menyebutkan bahwa jumlah kasus perdarahan adalah 56 kasus dan 24 kasus atau 42,9% adalah perdarahan antepartum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kehamilan multigravida dengan kejadian perdarahan antepartum di RSUD. Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasi dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) dengan menggunakan data sekunder berdasarkan rekam medis (RM) dengan populasi seluruh ibu bersalin dengan perdarahan antepartum. Variabel yang diteliti adalah kehamilan multigravida sebagai variabel independent dan kejadian perdarahan antepartum sebagai variabel dependen. Analisa dilakukan dengan dua tahap yaitu melalui analisa univariat dan analisa bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari uji chi-square yang dilakukan untuk menguji hubungan kehamilan multigravida dengan kejadian perdarahan antepartum di RSUD didapatkan nilai p > 0,05 (p = 0,458) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kehamilan multi gravida dengan kejadian perdarahan antepartum di RSUD. Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa nilai RR = 0,909 yang berarti ibu pada kehamilan multigravida mempunyai peluang 0,909 kali lebih besar untuk mengalami perdarahan antepartum dibandingkan dengan ibu yang primigravida. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya konseling yang dilakukan petugas kesehatan terhadap ibu hamil tentang asuhan antenatal sehingga dapat mencegah komplikasi persalinan seperti perdarahan antepartum.
Kata kunci    : Kehamilan, Paritas, Multigravida, Perdarahan Antrepartum.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu hamil dan melahirkan berkisar 536.000 orang (World Health Organization (WHO), 2008) . Para ahli dari WHO dan Menteri Kesehatan negara-negara Asia Tenggara yang bertemu di New Delhi India pada tanggal 8 September 2008, melakukan pembahasan khusus tentang Angka Kematian Ibu (AKI) di kawasan Asia Tenggara yang tergolong masih tinggi (Sinaga, 2008).
Lebih lanjut WHO memperkirakan 37 juta kelahiran terjadi di kawasan Asia Tenggara setiap tahun, sementara total AKI di kawasan ini diperkirakan 170.000 I tahun, 98% dari seluruhan kematian ibu di kawasan ini terjadi di India, Bangladesh, Indonesia, Nepal dan Myanmar (Litbang Depkes RI, 2005).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, angka kematian ibu masih berada pada angka 226I100.000 kelahiran hidup, Jika dibandingkan dengan angka kematian ibu tahun 2007 sebesar 248I100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu tersebut sudah mengalami penurunan tetapi masih belum mencapai target nasional (Depkes RI, 2010).
Walaupun banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menemukan penurunan angka kematian ibu, namun tetap saja masih jauh dari target nasional tahun 2010 untuk menurunkan angka kematian ibu menjadi 125I100.000 kelahiran hidup ( Bascom, 2008).
Pada tahun 2010 sesuai dengan keterangan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Riau tercatat jumlah angka kematian ibu melahirkan di Riau adalah 147I100.0000 kelahiran (Riau Terkini, 2010)
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah diantaranya akibat perdarahan (25%), infeksi (14%), kelainan hipertensi dalam kehamilan (13%), komplikasi aborsi yang tidak aman (13%) atau persalinan yang lama (7%), apabila dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN dan negara¬negara maju maka angka kematian ibuImaternal di Indonesia adalah sekitar 3- 6 kali lebih besar dari negara-negara ASEAN dan lebih dari 50 kali angka kematian ibu di negara maju. Pola penyakit penyabab-penyebab kematian ibu 84% karena komplikasi obstetrik langsung dan didominasi oleh Trias Klasik, yaitu pendarahan (46,7%), Toxemia (24,5%) dan Infeksi (8%) (Jacob, 2006).
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya, perdarahan pada kehamilan muda disebut Abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut pendarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua adalah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus (Wiknjosastro, 2005).
Perdarahan setelah kehamilan 22 minggu, biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya dari pada sebelum kehamilan 22 minggu. Perdarahan antepartum yang berbahaya bersumber pada kelainan plasenta yaitu plasenta previa dan solusio plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut : (1) plasenta previa; (2) solusio plasenta; dan (3) perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya (Wiknjosastro, 2005).
Ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum ialah para ibu yang umurnya telah lebih dari 35 tahun dan multi gravida . Menurut Kloosterman (1973) frekuensi plasenta previa pada primigavida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun. Pada grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dibanding grande multipara yang berumur kurang dari 25 tahun (Wiknjosastro, 2005).
Data yang didapatkan dari kasus solusio plasenta di RS Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa kejadian solusio plasenta meningkat dengan meningkatnya umur dan paritas ibu, hal ini dapat dipahami karena makin tua umur ibu makin tinggi frekuensi penyakit hipertensi menahun dan makin tinggi paritas ibu makin kurang baik endometriumnya (Wiknjosastro, 2005).
Data dari RSUD menyebutkan bahwa jumlah kasus perdarahan dirumah sakit ini adalah 56 kasus dengan 24 kasus atau 42,9% diantaranya perdarahan antepartum. Salah satu penyebab terjadinya perdarahan antepartum adalah makin tinggi paritas ibu hamil maka makin kurang baik atau makin melemahnya fungsi endometrium (Wiknjosastro, 2005).
Berdasarkan data diatas maka peneliti merasa tertarik untuk mencoba meneliti mengenai hubungan kehamilan multi gravida dengan kejadian perdarahan antepartum di RSUD.

B.    Rumusan Masalah
Data dari RSUD menunjukkan 42,9% dari semua kasus perdarahan di rumah sakit ini adalah kasus perdarahan antepartum yang disebabkan oleh tingginya paritas ibu hamil, oleh karena itu penulis membuat rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut apakah ada hubungan antara kehamilan multi gravida dengan kejadian perdarahan antepartum di RSUD?

C.    Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kehamilan multi gravida dengan perdarahan antepartum di RSUD.
2.    Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui jumlah ibu dengan kehamilan multi gravida yang bersalin di Instalasi Kebidanan RSUD.

b.    Untuk mengetahui angka kejadian perdarahan antepartum di RSUD.
c.    Untuk mengetahui hubungan antara kehamilan multi gravida dengan kejadian perdarahan antepartum di RSUD.

D. Manfaat Penelitian
1.    Bagi Lahan Penelitian
Diharapkan bisa menjadi sumber informasi bagi RSUD mengenai kasus perdarahan antepartum sehingga dapat menyelesaikan masalah kehamilan multi gravida dengan mengalami perdarahan antepartum.
2.    Bagi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Mahasiswi Kebidanan sehingga dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya.
3.    Bagi Peneliti
Dapat dijadikan sebagai pengalaman penulis dan melakukan penelitian mengenai hubungan kehamilan multi gravida dengan kejadian perdarahan antepartum, dan sebagai penerapan ilmu yang didapat materi perkuliahan ilmu ke situasi sebenarnya.
silahkan download KTI SKRIPSI
HUBUNGAN KEHAMILAN MULTI GRAVIDA DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN ANTEPARTUM DI RUMAH SAKIT
KLIK DIBAWAH 

Tidak ada komentar: