Minggu, 21 Oktober 2012

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dalam Pemberian Makanan Tambahan Balita dengan Status Gizi Balita

KTI SKRIPSI
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di negara berkembang kesakitan dan kematian pada anak balita banyak dipengaruhi oleh keadaan gizi dengan demikian angka kesakitan dan kematian pada periode ini dapat dijadikan informasi yang berguna mengenai keadaan kurang gizi di masyarakat (Supariasa, 2001). Gangguan gizi pada anak balita merupakan dampak komulatif dari berbagai faktor baik yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap gizi anak (Moehji S, 2003). Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kg berat badannya. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Djaeni, 2000). Untuk itu status gizi balita perlu diperhatikan dalam status gizi baik dengan cara memberikan makanan bergizi seimbang yang sangat penting untuk pertumbuhan (Paath, 2004).
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2003 angka prevalensi gizi kurang adalah 19,20% dan status gizi buruk 8,30% (Depkes RI, 2004). Data dari Dinas Kesehatan RI yang mengacu pada aksi pangan dan gizi tahun 200 1-2005 sasaran gizi kurang dari 20% dan gizi buruk 5% (Depkes RI, 2002). Menurut hasil pemantauan status gizi pada balita di Propinsi Jatim pada tahun 2005, dari 8.012 balita yang disurvei terdapat 6,5% balita mengalami gizi buruk dan 20% mengalami gizi kurang (Sugeng Iwan, 2008). Menurut hasil pemantauan status gizi balita Kabupaten Bojonegoro tahun 2008 ditinjau dari BB/U 70.749 balita terdapat 1,32% balita dengan status gizi buruk, balita dengan gizi kurang sebanyak 13,15% balita, 83,63% balita dengan status gizi baik dan gizi lebih sebanyak 1,90% balita, sedangkan pada pemantauan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Temayang tahun 2008, dari 1.78 1 balita terdapat 1,46% balita mengalami gizi buruk 16,79% balita dengan gizi kurang 80,17% balita dengan gizi baik dan 1,09% mengalami gizi lebih. Berdasarkan hasil pencatatan pemantauan status gizi balita tahun 2008 oleh bidan Desa diperoleh data dari 150 balita yang mengalami gizi buruk 3,3% balita, 22,6% balita dengan gizi kurang, 73,3% balita dengan gizi baik dan 0,6% balita yang mengalami gizi lebih.
Menurut Menkes, ada 3 faktor utama yang saling terkait mempengaruhi besarnya masalah gizi dan kesehatan masyarakat. Pertama, ketersediaan pangan di tinhgkat rumah tangga. Kedua, pola asuhan gizi atau makanan keluarga. Ketiga, akses terhadap pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2007). Gizi kurang dan gizi buruk berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang. Anak yang menderita gizi kurang akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental (Depkes RI, 2002). Pada usia sebelum 6 bulan sistem pencernaan belum siap untuk menerima makanan selain ASI kebutuhan bayi akan makanan sudah cukup terpenuhi dengan ASI namun pasca usia tersebut ia memerlukan makanan tambahan yang dapat menunjang tumbuh kembangnya. Pada usia ini jika hanya diberi ASI saja kebutuhan asuhan gizi bayi masih belum terpenuhi sepenuhnya. Dan jika memberikan makanan pendamping terlalu awal (sebelum 6 bulan) berdampak kurang baik terhadap kesehatannya (Akhmad Saifudin A, 2008). Masalah gizi pada balita akan bertambah negatif pada obesitas (gizi lebih) pada masa anak bila terus berlanjut sampai dewasa dapat mengakibatkan hipertensi, hiperlipidemia, paterosklerosis, penyakit jantung koroner dan maturitas seksual lebih awal (Soetjiningsih, 2004).
Upaya penanggulangan gizi kurang yang sudah dilakukan adalah peningkatan pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat pos pelayanan terpadu (posyandu) hingga puskesmas dan rumah sakit, peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi dibidang pangan dan gizi masyarakat dan intervensi langsung kepada sasaran melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT) (Almatsier S, 2006). Untuk mengatasi kasus kurang gizi memerlukan peranan dari keluarga khususnya para ibu harus memiliki kesabaran bila anaknya mengalami problema makan dan lebih memperhatikan asupan makanan sehari-hari bagi anaknya (http://www.iyoiye.com diakses tanggal 20 mei 2009).
Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua dalam pemberian makanan balita dengan status gizi balita di Desa.

B. Rumusan Masalah
1.    Sejauh mana pola asuh orang tua dalam pemberian makanan balita di Desa ?
2.    Sejauh mana status gizi balita di Desa ?
3.    Bagaimana hubungan pola asuh orang tua dalam pemberian makanan balita dengan status gizi balita di Desa ?

C. Tujuan Penelitian
1.    Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dalam pemberian makanan balita dengan status gizi balita.
2.    Tujuan khusus
a.    Mengidentifikasi karakteristik responden di Desa.
b.    Mengidentifikasi pola asuh orang tua dalam pemberian makanan balita di Desa.
c.    Mengidentifikasi status gizi pada balita di Desa.
silahkan download KTI SKRIPSI
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA
KLIK DIBAWAH 

Tidak ada komentar: