Minggu, 14 April 2013

Hubungan Tingkat Ekonomi dan Budaya dengan Kepemilikan Jamban Keluarga

KTI SKRIPSI
Hubungan Tingkat Ekonomi dan Budaya dengan Kepemilikan Jamban Keluarga

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana distribusi dan kondisi fasilitas jamban keluarga dan pengelolaan air limbah di Kelurahan Kecamatan .
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan pendekatan deskriptif. Lokasi penelitian ini dilakukan di setiap RW di Kelurahan . Penarikan sampel secara simple random sampling dengan mengambil 50 sampel, masing-masing 5 KK dari 10 RW yang ada di Kelurahan. Dari hasil penelitian di Kelurahan 58% persen sudah memiliki jamban keluarga dan 34% pengelolaan air limbahnya langsung ke got atau sungai. Dapat disimpulkan bahwa fasilitas jamban keluarga di Kelurahan Barombong masih perlu ditingkatkan melihat angka yang dicapai masih kurang. Pengelolaan air limbah di Kelurahan sebagian besar tidak dikelola dengan baik karena mayoritas dibuang langsung ke got atau sungai.
Sebagai saran dari penelitian ini adalah diperlukan kerja sama berbagai pihak dalam hal ini pemerintah daerah, instansi-instansi terkait dan seluruh masyarakat dalam meningkatkan keadaan sanitasi lingkungan menjadi lebih baik.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya dengan masalah ‘sehat sakit’ atau kesehatan tersebut. Menurut Hendrik L.Bloom (1974) ada 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, yaitu keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Status kesehatan akan tercapai secara optimal, bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu, maka status kesehatan bergeser di bawah optimal.
Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah, bahwasanya lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit. Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal, hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.
Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada jamban keluarga merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas. Fasilitas jamban keluarga di masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat dari semakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan masalah sanitasi, cakupan air bersih dan jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh mikroba, telur cacing dan bahan kimia, penanganan sampah dan limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, vektor penyakit yang tidak terkendali (nyamuk, lalat, kecoa, tikus dan lain-lain), pemaparan akibat kerja (penggunaan pestisida di bidang pertanian, industri kecil dan sektor informal lainnya), bencana alam, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat.
Menurut Departemen Kesehatan, selama 30 tahun terakhir, anggaran yang dialokasikan untuk perbaikan sanitasi hanya sekitar 820 juta dollar AS atau setara Rp 200/orang/tahun. Padahal, kebutuhannya mencapai Rp 470/rupiah/tahun. Versi Bank Pembangunan Asia, perlu    Rp 50 triliun untuk mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) 2015, dengan 72,5 persen penduduk akan terlayani oleh fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2008, anggaran untuk sanitasi itu, menurut seorang narasumber, hanya 1/214 dari anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Selain lemahnya visi menyangkut pentingnya sanitasi, terlihat pemerintah belum melihat anggaran untuk perbaikan sanitasi ini sebagai investasi, tetapi mereka masih melihatnya sebagai biaya (cost). Padahal, menurut perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sejumlah lembaga lain, setiap 1 dollar AS investasi di sanitasi, akan memberikan manfaat ekonomi sebesar 8 dollar AS dalam bentuk peningkatan produktivitas dan waktu, berkurangnya angka kasus penyakit dan kematian (Sri Hartati, 2008)
Laporan MDGs tahun 2007 mencatat ada beberapa kendala yang menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Di antaranya adalah cakupan pembangunan yang sangat besar, sebaran penduduk yang tak merata dan beragamnya wilayah Indonesia, keterbatasan sumber pendanaan. Pemerintah selama ini belum menempatkan perbaikan fasilitas sanitasi sebagai prioritas dalam pembangunan (Sri Hartati, 2008)
Di negara berkembang masih banyak terjadi pembuangan tinja secara sembarangan akibat tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan dibidang kesehatan lingkungan yang kurang dan kebiasaan buruk dalam pembuangan tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi. kondisi tersebut terutama ditemukan pada masyarakat di pedesaan dan daerah kumuh perkotaan (Chandra B.,2007).
Desa  merupakan salah satu wilayah yang letak wilayahnya berada pada daerah pedalaman dan masyarakatnya bermata pencaharian umumnya sebagai petani dan sisanya pegawai negeri sipil dan wiraswasta, akan tetapi masih banyak masyarakat yang buang air besar di tempat yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan seperti kebun, sungai dan rawa. Pada tahun 2011 Desa  menduduki urutan tertinggi dalam masalah kasus kejadian penyakit diare di wilayah kerja puskesmas . Berdasarkan data sarana sanitasi dasar di Desa   terdapat 857 kepala keluarga sedangkan yang mempunyai jamban keluarga hanya 193 kepala keluarga. (Puskesma  2011)
Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka peneliti tertarik untuk melekukan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Ekonumi Dan Budaya Dengan Kepemilikan Jamban Keluarga Di Desa Kecamatan Kabupaten Tahun ”.

B.    BATASAN MASALAH
Penulis membuat suatu batasan masalah yang ingin diteliti yaitu tingkat ekonumi dan budaya dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Kecamatan Kabupaten .

C.    RUMUSAN MASALAH
Dari batasan masalah di atas maka penulis membuat suatu rumusan masalah yaitu : “Apakah ada hubungan antara tingkat ekonumi dan budaya dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Kecamatan Kabupaten Tahun ?”

D.    TUJUAN PENELITIAN
1.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat ekonumi dan budaya dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Kecamatan Kabupaten .
2.    Tujuan Khusus
a.    Untuk mengidentifikasi tingkat ekonumi di Desa .
b.    Untuk mengidentifikasi budaya di Desa .
c.    Untuk menganalisis hubungan tingkat ekonumi dan budaya dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa .

E.    MANFAAT PENELITIAN
1.    Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman dalam melaksanakan penelitian, serta menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki.
2.    Bagi instansi/Dinas Terkait
Diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan  bagi Kantor Dinas Kesehatan Setempat.
3.    Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan bacaan dan menjadi sumbangan ilmiah bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
silahkan download KTI SKRIPSI
Hubungan Tingkat Ekonomi dan Budaya dengan Kepemilikan Jamban Keluarga
KLIK DIBAWAH 

Tidak ada komentar: