KTI SKRIPSI
Hubungan Terapi Diet Bebas Gluten dan Kasein dengan Perkembangan Anak Autisme
Anak-anak adalah generasi penerus harapan bangsa. Pembentukan anak-anak untuk menjadi generasi penerus berkualitas tinggi, baik fisik maupun mental, tentunya menjadi tanggung jawab kita bersama. Namun, saat ini pertumbuhan dan perkembangan anak-anak banyak mengalami gangguan, tidak hanya masalah kesehatan tapi juga gangguan psikis. Salah satu gangguan kesehatan pada anak-anak yang patut mendapat perhatian khusus dari semua kalangan yaitu gangguan perkembangan, yang dikenal dengan istilah autisme (Hembing, 2003).
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi (Rahmayanti, 2008). Adanya gangguan pada setiap tahap akan menyebabkan hambatan pada tahap selanjutnya, sehingga deteksi dini, monitor dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya intervensi dini merupakan upaya penting untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan (Tiel, 2006).
Saat ini prevalensi anak dengan hambatan perkembangan prilaku telah mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan tidak hanya di negara-negara maju seperti Inggris, Australia, Jerman dan Amerika, tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia. Prevalensi autis di dunia saat ini mencapai 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15-0,20%, jika angka kelahiran di Indonesia enam juta per tahun, maka jumlah penyandang autis di Indonesia, bertambah 0,15% atau 6.900 anak pertahun, prevalensi anak laki-laki tiga sampai empat kali lebih besar daripada anak perempuan (Mashabi & Tajuddin, 2009). Para ahli memprediksi bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60 % dari keseluruhan popoulasi anak diseluruh dunia (Hembing, 2004).
Ada beberapa teori umum penyebab autisme, antara lain teori psikososial, teori biologis dan teori imunologi. Teori biologis meliputi faktor genetik, faktor perinatal, model neuroanatomy, dan hipotesis neurochemistry. Salah satu kelainan yang terjadi pada anak autisme adalah kelainan saraf pusat di otak, diduga ada beberapa daerah di otak mengalami disfungsi. Kelainan inilah yang diduga dapat mendorong timbulnya gangguan perilaku pada anak autisme (Widyawati, 2002).
Intoleransi terhadap bahan kimia dan makanan diduga sebagai penyebab autisme. Makanan pantangan utama meliputi gandum, susu sapi, dan obat golongan salisilat. Reaksi alergi yang timbul berupa asma, dan perilaku yang memburuk. Pada penelitian buta ganda yang menggunakan placebo sebagai makanan control dengan diet ketat selama 3 sampai 4 minggu memperlihatkan kekambuhan gangguan perilaku yang disebabkan pemberian kembali semua jenis makanan. Penelitian ini membuktikan bahwa diet mempunyai kontribusi terhadap kelainan perilaku walupun mekanismenya masih tidak tidak jelas apakah mekanisme alergi, toksik atau farmakologikal (Waring, 1999)
Beberapa jenis makanan yang mengandung gluten dan kasein merupakan salah satu faktor yang dapat memperburuk kondisi anak. Pengaturan makanan yang sesuai dengan kondisi dan kecukupan zat gizi anak autisme dapat memperbaiki gangguan yang diderita anak (Hariyadi, 2009).
Survei awal yang Peneliti lakukan di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan yang beralamat di Kota , menunjukkan bahwa terapi yang diberikan di sekolah tersebut berupa terapi perilaku yang diterapkan dengan metoda ABA (Applied Behavioral Analysis), terapi okupasi, terapi wicara, terapi musik dan terapi diet. Terapi diet yang diberikan adalah diet bebas gluten, kasein, zat aditif, jamur, dan gula murni.
Diet bebas gluten dan kasein (CFGF, Casein Free Gluten Free) adalah terapi yang dilaksanakan dari dalam tubuh dan apabila dilaksanakan dengan terapi lain, seperti terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi yang bersifat fisik akan lebih baik. Setelah mengikuti dan menjalani diet bebas gluten dan kasein, banyak anak autisme mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi dan mengejar ketinggalan dari anak-anak lain (Danuatmaja, 2004). Adanya terapi diet yang harus dijalani penderita autis ditujukan untuk melihat adanya perubahan perkembangan pada anak autisme (Budhiman, 2002).
Hasil penelitian oleh Nanin dan Umi (2010) menyebutkan bahwa terdapat bahwa dari 55 anak autisme yang diterapi di yayasan tersebut, sebanyak 35 anak juga menjalani diet bebas gluten dan kasein. Dari 35 anak yang menjalani diet bebas gluten dan kasein hanya sebagian kecil yang menjalani diet dengan ketat dan disiplin yaitu sebanyak 19 anak.
Pada setiap 3 bulan, orang tua anak didik diberikan laporan berupa evaluasi program yang telah dicapai oleh anak didik dan perubahan perkembangan yang telah dicapai. Kemajuan yang dicapai oleh anak bersifat individual dan setiap anak yang di terapi tidak mempunyai target waktu yang ditentukan karena terapi dari anak autisme ini tidak mempunyai jangka waktu yang pasti dan tergantung dari banyak hal.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan .
B. Masalah Penelitian
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ada hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan .
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan .
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik penderita autisme berdasarkan usia, jenis kelamin dan usia pada saat awal diagnosa.
b. Mengetahui diet bebas bahan makanan sumber gluten pada anak autisme.
c. Mengetahui diet bebas bahan makanan sumber kasein pada anak autisme.
d. Mengetahui perkembangan anak autisme.
e. Mengetahui hubungan diet bebas bahan makanan sumber gluten dengan perkembangan anak autisme.
f. Mengetahui hubungan diet bebas bahan makanan sumber kasein dengan perkembangan anak autisme.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Sebagai pengalaman yang sangat berharga dan tambahan pengetahuan dalam melakukan penelitian secara ilmiah selama mengikuti pendidikan di Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes .
2. Bagi instansi terkait
Memberikan informasi sebagai upaya pengembangan dalam penanganan perilaku anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan , khususnya berkaitan dengan pengaturan makan.
silahkan download KTI SKRIPSI
Hubungan Terapi Diet Bebas Gluten dan Kasein dengan Perkembangan Anak Autisme
Hubungan Terapi Diet Bebas Gluten dan Kasein dengan Perkembangan Anak Autisme
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak-anak adalah generasi penerus harapan bangsa. Pembentukan anak-anak untuk menjadi generasi penerus berkualitas tinggi, baik fisik maupun mental, tentunya menjadi tanggung jawab kita bersama. Namun, saat ini pertumbuhan dan perkembangan anak-anak banyak mengalami gangguan, tidak hanya masalah kesehatan tapi juga gangguan psikis. Salah satu gangguan kesehatan pada anak-anak yang patut mendapat perhatian khusus dari semua kalangan yaitu gangguan perkembangan, yang dikenal dengan istilah autisme (Hembing, 2003).
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi (Rahmayanti, 2008). Adanya gangguan pada setiap tahap akan menyebabkan hambatan pada tahap selanjutnya, sehingga deteksi dini, monitor dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya intervensi dini merupakan upaya penting untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan (Tiel, 2006).
Saat ini prevalensi anak dengan hambatan perkembangan prilaku telah mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan tidak hanya di negara-negara maju seperti Inggris, Australia, Jerman dan Amerika, tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia. Prevalensi autis di dunia saat ini mencapai 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15-0,20%, jika angka kelahiran di Indonesia enam juta per tahun, maka jumlah penyandang autis di Indonesia, bertambah 0,15% atau 6.900 anak pertahun, prevalensi anak laki-laki tiga sampai empat kali lebih besar daripada anak perempuan (Mashabi & Tajuddin, 2009). Para ahli memprediksi bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60 % dari keseluruhan popoulasi anak diseluruh dunia (Hembing, 2004).
Ada beberapa teori umum penyebab autisme, antara lain teori psikososial, teori biologis dan teori imunologi. Teori biologis meliputi faktor genetik, faktor perinatal, model neuroanatomy, dan hipotesis neurochemistry. Salah satu kelainan yang terjadi pada anak autisme adalah kelainan saraf pusat di otak, diduga ada beberapa daerah di otak mengalami disfungsi. Kelainan inilah yang diduga dapat mendorong timbulnya gangguan perilaku pada anak autisme (Widyawati, 2002).
Intoleransi terhadap bahan kimia dan makanan diduga sebagai penyebab autisme. Makanan pantangan utama meliputi gandum, susu sapi, dan obat golongan salisilat. Reaksi alergi yang timbul berupa asma, dan perilaku yang memburuk. Pada penelitian buta ganda yang menggunakan placebo sebagai makanan control dengan diet ketat selama 3 sampai 4 minggu memperlihatkan kekambuhan gangguan perilaku yang disebabkan pemberian kembali semua jenis makanan. Penelitian ini membuktikan bahwa diet mempunyai kontribusi terhadap kelainan perilaku walupun mekanismenya masih tidak tidak jelas apakah mekanisme alergi, toksik atau farmakologikal (Waring, 1999)
Beberapa jenis makanan yang mengandung gluten dan kasein merupakan salah satu faktor yang dapat memperburuk kondisi anak. Pengaturan makanan yang sesuai dengan kondisi dan kecukupan zat gizi anak autisme dapat memperbaiki gangguan yang diderita anak (Hariyadi, 2009).
Survei awal yang Peneliti lakukan di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan yang beralamat di Kota , menunjukkan bahwa terapi yang diberikan di sekolah tersebut berupa terapi perilaku yang diterapkan dengan metoda ABA (Applied Behavioral Analysis), terapi okupasi, terapi wicara, terapi musik dan terapi diet. Terapi diet yang diberikan adalah diet bebas gluten, kasein, zat aditif, jamur, dan gula murni.
Diet bebas gluten dan kasein (CFGF, Casein Free Gluten Free) adalah terapi yang dilaksanakan dari dalam tubuh dan apabila dilaksanakan dengan terapi lain, seperti terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi yang bersifat fisik akan lebih baik. Setelah mengikuti dan menjalani diet bebas gluten dan kasein, banyak anak autisme mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi dan mengejar ketinggalan dari anak-anak lain (Danuatmaja, 2004). Adanya terapi diet yang harus dijalani penderita autis ditujukan untuk melihat adanya perubahan perkembangan pada anak autisme (Budhiman, 2002).
Hasil penelitian oleh Nanin dan Umi (2010) menyebutkan bahwa terdapat bahwa dari 55 anak autisme yang diterapi di yayasan tersebut, sebanyak 35 anak juga menjalani diet bebas gluten dan kasein. Dari 35 anak yang menjalani diet bebas gluten dan kasein hanya sebagian kecil yang menjalani diet dengan ketat dan disiplin yaitu sebanyak 19 anak.
Pada setiap 3 bulan, orang tua anak didik diberikan laporan berupa evaluasi program yang telah dicapai oleh anak didik dan perubahan perkembangan yang telah dicapai. Kemajuan yang dicapai oleh anak bersifat individual dan setiap anak yang di terapi tidak mempunyai target waktu yang ditentukan karena terapi dari anak autisme ini tidak mempunyai jangka waktu yang pasti dan tergantung dari banyak hal.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan .
B. Masalah Penelitian
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ada hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan .
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan .
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik penderita autisme berdasarkan usia, jenis kelamin dan usia pada saat awal diagnosa.
b. Mengetahui diet bebas bahan makanan sumber gluten pada anak autisme.
c. Mengetahui diet bebas bahan makanan sumber kasein pada anak autisme.
d. Mengetahui perkembangan anak autisme.
e. Mengetahui hubungan diet bebas bahan makanan sumber gluten dengan perkembangan anak autisme.
f. Mengetahui hubungan diet bebas bahan makanan sumber kasein dengan perkembangan anak autisme.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Sebagai pengalaman yang sangat berharga dan tambahan pengetahuan dalam melakukan penelitian secara ilmiah selama mengikuti pendidikan di Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes .
2. Bagi instansi terkait
Memberikan informasi sebagai upaya pengembangan dalam penanganan perilaku anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan , khususnya berkaitan dengan pengaturan makan.
Hubungan Terapi Diet Bebas Gluten dan Kasein dengan Perkembangan Anak Autisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar